Fernando HP Munthe dan Tan Andyono akhirnya divonis bebas majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan. (MOL/Mstr)
MEDAN | Untuk pertama kali dalam triwulan tahun 2025 ini, majelis hakim Tipikor Medan, Rabu (26/3/2025) di Cakra 2 menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa korupsi.
Dua terdakwa korupsi di Bank Negara Indonesia (BNI) Kantor Cabang Utama (KCU) Jalan Pemuda Medan yakni Fernando HP Munthe, selaku mantan Pegawai Sementara (Pgs) Senior Relationship Manager (SRM) PT BNI dan debitur Tan Andyono (berkas terpisah), selaku Direktur PJLU masing-masing divonis bebas.
Majelis hakim diketuai Sulhanuddin dalam amar putusannya menyatakan, tidak sependapat dengan tim JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut).
Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, kedua terdakwa diyakini tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Maupun dakwaan subsidair, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
"Membebaskan para terdakwa dari dakwaan primair dan subsidair JPU. Memerintahkan agar para terdakwa segera dikeluarkan dari tahanan.
Memulihkan hak-hak para terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat, serta martabatnya," urai Sulhanuddin didampingi hakim anggota Lucas Sahabat Duha dan Syahrizal Munthe.
Baik tim JPU, kedua terdakwa maupun tim penasihat hukumnya memiliki hak yang sama selama 7 hari untuk menentukan sikap. Apakah menerima atau kasasi atas vonis yang baru dibacakan majelis hakim.
Bervariasi
Sementara sebelumnya tim JPU dimotori Putri Marlina Sari mendakwa Fernando HP Munthe dan debitur Tan Andyono melakukan tindak pidana korupsi beraroma kredit macet mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp36.932.813.935.
Dari fakta-fakta terungkap di persidangan, keduanya dinilai telah memenuhi unsur melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan subsidair dan dituntut bervariasi.
Fernando HP Munthe dituntut agar dipidana 4 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidair (bila denda tidak dibayar diganti dengan kurungan) selama 3 bulan.
Sedangkan debitur Tan Andyono (berkas terpisah), selaku Direktur PT Prima Jaya Lestari Utama (PJLU) dituntut 7,5 tahun penjara dan dipidana denda Rp750 juta subsidair 3 bulan kurungan.
UP
Bedanya, terdakwa Tan Andyono selaku debitur yang berujung kredit macet Rp36.932.813.935 di BNI Jalan Pemuda Medan saja yang dikenakan pidana tambahan membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara sebesar Rp9 miliar lebih.
Dalam perkara a quo, JPU menilai kerugian keuangan negaranya sekitar Rp17,7 miliar. “Dikurangi Rp8 miliar yang berada dalam penguasaan BNI,” tegas Putri.
Dengan ketentuan, sebulan setelah perkanya memperoleh putusan dari pengadilan berkekuatan hukum tetap, harta benda terpidana nantinya disita dan dilelang JPU.
Bila harta bendanya juga tidak mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana 3,5 tahun penjara.
Hanya saja dalam dakwaan disebutkan kerugian keuangan negaranya mencapai Rp36.932.813.935. Bila dikurangkan dengan UP dibebankan kepada Tan Andyono Rp17,7 miliar, maka ada sisa Rp18 miliar lebih lagi yang belum diuraikan JPU.
Tahun 2018 lalu, dengan tidak sesuai Standar Operasi dan Prosedur (SOP) layaknya perbandakan, Fernando HP Munthe meneruskan permohonan Tan Andyono (PT PJLU-red) melakukan take over fasilitas kredit dari Bank Artha Graha yang belum lunas, ke pimpinan PT BNI KCU Jalan Pemuda Medan berujung kredit macet. (ROBERTS)